Sejumlah murid Sekolah Dasar membaca buku Foto copy ajaran baru, di dalam kelas SD 01 Menteng, Jakarta, Kamis (14/8). Sejak Di mulainya kurikulum baru 2013 ditetapkan, siswa siswi menggunakan buku mata pelajaran yang difotocopy karena keterlambatan distribusi oleh kemendikbud. (sumber: Suara Pembaruan / Joanito De Saojoao)
Jakarta - Setelah pekan lalu Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak pemerintah untuk segera menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013, tuntutan yang sama juga disampaikan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) sebagai pelaksana kebijakan tersebut.
FSGI menilai, implementasi Kurikulum 2013 ini penuh dengan ketidaksiapan dan sangat tidak efektif, mulai dari ketidaksiapan para guru, pendistribusian buku yang belum merata, hingga pelatihan guru yang tidak efektif dan terkesan terburu-buru.
"Persoalan distribusi buku itu sebetulnya hanya salah satu masalah saja. Banyak sekali masalah lainnya, contohnya ketidaksiapan guru serta pelatihan yang sangat tidak efektif dan tidak berkualitas. Jadi problemnya bukan hanya teknis saja, tapi sudah substansi," kata Retno Listyarti selaku Sekretaris Jenderal FSGI di Jakarta, Senin (1/9).
Kurikulum 2013 ini diibaratkan Retno seperti sebuah mobil. Sehingga para guru yang menjalankannya harus bisa menyetir untuk mencapai tujuan yang diinginkan. "Problemnya adalah tidak semua guru bisa "menyetir". Kualitas guru di Indonesia itu berbeda-beda. Bagaimana kurikulum ini mau jalan kalau gurunya saja tidak mampu menjalankan," ungkap Retno.
Carut marut pelaksanaan Kurikulum 2013 ini menurutnya memang sangat sulit untuk ditutupi. Misalnya saja kepanikan sebagian besar kepala sekolah karena belum juga menerima buku pelajaran.
"Yang belum dapat buku pelajaran itu tidak hanya sekolah-sekolah di daerah, tapi juga di kota-kota besar. Akhirnya pihak sekolah terpaksa mendownload dan memfoto kopi. Tapi, bagaimana dengan sekolah-sekolah di daerah yang tidak bisa mengakses internet dan foto kopi?" ujarnya.
Kalau pun ada akses untuk foto kopi, lanjutnya, biaya yang dibutuhkan juga tidak sedikit. Karena ada 9 buku pelajaran yang seharusnya diterima masing-masing siswa. "Mau pakai dana BOS juga tidak bisa karena jumlahnya besar. Kasihan sebetulnya mereka, mau foto kopi tapi tidak punya uang, sementara kalau tidak difoto kopi anak-anak jadi tidak bisa belajar," tambah Retno.
Materi pelajaran yang terdapat dalam Kurikulum 2013 menurutnya juga lebih parah lagi. Karena di bab-bab awal justru langsung menyuguhkan materi yang sulit. "Seharusnya kan bertahap, dimulai dari yang ringan, sedang, baru kemudian yang sulit. Khusus untuk matematika, soal-soalnya juga level tinggi, banyak soal PISA (Programme for International Student Assesment), sementara banyak guru yang tidak bisa mengerjakannya," papar dia.
Di sisi guru, bebannya juga semakin bertambah. Karena setiap hari, mereka harus memberikan penilaian kepada siswa yang terdiri dari sikap afektif, pengetahuan, hingga psikomotorik.
"Penilaian ini harus dilakukan pada setiap tema pelajaran. Sementara tidak semua guru bisa melakukan penilaian itu dalam satu waktu. Karena saat pelatihan memang tidak diajarkan. Belum lagi mereka juga harus membuat RPP atau skenario pembelajaran, sementara bukunya saja belum diterima," bebernya.
Karena itu, Retno menilai pelaksanaan Kurikulum 2013 ini sangat dipaksakan. "Bagaimana pun sebuah kebijakan itu kalau belum siap ya jangan diterapkan. Saya meminta pada pemerintahan untuk menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 ini dan kembali ke Kurikulum 2006. Karena kalau dilanjutkan, yang ada hanyalah kegagalan. Pertaruhannya itu anak bangsa ke depan. Jangan lah coba-coba untuk masa depan anak bangsa karena pertaruhannya terlalu mahal," ujar Retno.
sumber : http://www.beritasatu.com